Risma Banjir Dukungan, Jika Mundur Berarti Pengecut
Dukungan untuk Wali Kota Surabaya, Jawa Timur, Tri Rismaharini masih terus mengalir. Hari ini (21/1), puluhan mahasiswa Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS), giliran turun jalan. Para mahasiswa itu menggelar aksi untuk mendukung Risma.
Sebaliknya, jika benar Risma mundur, para mahasiswa ini tak segan-segan mengatakan wali kota perempuan pertama di Kota Pahlawan itu, sebagai seorang "pengecut."
Dalam aksinya, para demonstran ini melakukan longmarch dari Kampus ITS menuju Gedung DPRD Surabaya, kemudian dilanjutkan ke balai kota di Jalan Wali Kota Mustajab. Sembari longmarch, mereka juga menuntun sepeda angin dan membawa sepanduk bertuliskan "Mendukung Integritas dan Kepemimpinan Risma."
Menurut Koordinator Aksi, Sudarsono, masih banyak tugas yang harus dituntaskan Risma di sisa waktu yang hanya tinggal satu tahun masa kepemimpinannya.
"Risma masih memiliki banyak pekerjaan. Sebagai pemimpin, Risma tidak bisa 'colong playu' (meninggalkan jabatan sebelum selesai masa kepemimpinan) begitu saja. Jika mundur, berarti dia (Risma) pengecut," tegas Sudarsono dalam orasinya.
Masih menurut Sudarsono, seorang pemimpin yang baik, tidak akan meninggalkan tanggung jawabnya, sebelum semuanya selesai. "Tanggung jawab itu adalah amanah masyarakat Surabaya. Jika dia bekerja untuk rakyat, maka dia harus menyelesaikan hingga masa jabatannya berakhir," lanjut dia.
"Belum lagi masalah KBS (Kebun Binatang Surabaya) yang selama ini masih menjadi sorotan dan rencana penutupan dan pengalihfungsian lokalisasi Dolly, yang belum terlaksana," tegas dia lagi.
Selain aksi dari mahasiswa ITS yang mendukung agar Risma tetap memimpin Kota Pahlawan, aksi dukungan juga dilakukan kelompok perempuan dari Solidaritas Perempuan.
Menurut Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Wahidah Rustam, Wali Kota Risma telah menjadi korban politik yang didengungkan oleh sejumlah elit politik. Dalam hal ini partai pengusungnya, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). "Dia (Risma) menjadi korban politik dari partai," kata Wahidah.
Wahidah berargumen, selama ini, banyak politisi dari golongan partai politik, selalu berorientasi kepada kekuasaan. Sementara Risma, bekerja untuk rakyat tanpa berpikir kekuasaan. "Sosok Risma patut menjadi tauladan bagi elit-elit politik yang berorientasi pada kekuasaan. Kinerjanya, sosok Risma selalu memikirkan rakyat."
Selama memimpin Surabaya, lanjut dia, Risma langsung turun jalan dan menyentuh secara langsung ke bawah (rakyat). "Artinya, persoalan ini yang tidak diperhatikan elit-elit yang lain. Bahkan, dengan ketegasan dan kinerja itulah membuat gerah para elit yang kepentingannya terganggu oleh kinerja Risma," tegas Wahidah.
Untuk itu, kelompok Solidaritas Perempuan meminta kepada Risma untuk tidak meninggalkan jabatannya sebelum pada waktunya, yaitu tahun 2015. "Sangat langkah sosok perempuan seperti Risma di negara kita ini," pungkas dia.
Sumber: Merdeka.Com
0 komentar
Posting Komentar
Dilarang SPAM di kolom komentar EL-Magazine.
Berkomentarlah dengan bijak.
Terimakasih.